"Jembut" Cinta
oleh Kyai Budi Hardjono
SEDULURKU TERCINTA,dalam dunia Jawa banyak kata yang bisa dijarwodosokkan, dimana sebuah kata merupakan singkatan, dan ini hanya sebuah kecerdasan ungkap yang di dunia manapun tidak ada kecuali di Jawa. Pada sisi lain hal itu merupakan hasanah kekayaan bahasa yang menunjukkan lamanya peradaban melintasi zaman, disamping tidak terbantahkan maknanya, aneh tapi nyata. Hal ini menunjukkan dinamika kebudayaan berkembang secara aktif, disamping unik. Dengan ini memberikan gambaran bahwa kebudayaan Jawa merupakan perwujudan dari kemampuan masyarakat Jawa dalam menanggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Pada titik pemahaman ini, kebudayaan Jawa memiliki ciri-ciri khusus dengan kebudayaan lainnya, terutama dalam hal kejarwodosokkan ini. Misalnya, sebagaimana yang ada di deretan panjang ini, dari berbagai kata, secara acak. Dan untuk yang lain bisa dicari sendiri-sendiri.
Rambut : loro nek dibubut.
Moto : ngemot barang sing nyoto.
Kuping : kaku tur jepiping.
Cangkem : yen ora dicancang ora mingkem.
Piring : sepine yen miring.
Gedang : digeged bar madhang.
Krikil : keri ning sikil.
Rokok : roso sing pokok.
Tani : tiyang agung nagari.
Menungso : menus-menus kakehan doso.
Gelas : yen tugel ora iso dilas.
Dukun : yen ora udu ora rukun.
Dukun : dudu Kun.
Cengkir : kenceng pikir.
Janur : ja'a nuur.
Bajingan : lebar ngaji mangan.
Lhonthe : lonthang-lanthung wae.
Asu : ahli suwargo.
Mantu : barang sing dieman metu.
Morotuwo : moro-moro wis tuwo.
Delalah : ngandel kersane Allah.
Wedang : ngawe kadang.
Wanito : wani di toto.
Jagung : sejo sing agung.
Pacul : barang papat ojo ucul.
Doran : dungo nyang pengeran.
Kalem : sak kal gelem.
Jimin : kaji amin.
Maling : ngemal tur ora eling.
Deling : kandel olehe eling.
Wedok : nek awe dhodhok.
Duren : dudo keren.
Dari berbagai kata ini bisa bermakna serius, bisa gurau, bisa lucu dan konyol. Dan ini bisa menjadi bahan jagong dengan pengembangan singkatan yang sesuka-suka, sesuai dengan latar-belakang pengetahuan penguasaan bahasa Jawa seseorang. Dan tentu masih banyak lagi kata-kata yang dijarwodosokkan, yang kadang-kadang dipakai untuk sindiran-sindiran tertentu, asal sesuai atau "gathuk" itu. Bahkan sampai pada yang "saru-saru" pun bisa mengemuka dalam dunia kejarwodosokkan, dan ini bisa menghasilkan gelak tawa bersama dalam dunia jagong. Memang, memasuki dunia Jawa maka orang musti siap mental karena dalam berkomunikasi tidak sekedar hanya linier tetapi siklikal.
Kawan-kawan, muter-muter uraian ini sebenarnya ada salah satu kata yang "lupa" namun ketika ingat ada salah seorang warga negara Indonesia yang tidak layak mewakili atas bangsa yang konon "relegius" ini, seketika kata itu muncul dalam ingatan, yakni jembut: kejem yen dibubut....Na'udzubillah!
No comments:
Post a Comment